Oleh: Samik bin Makki (Dosen UNESA dan Pembina Majelis Islam Kaffah)
Foto Penulis dengan guru penulis dan ulama lainnya
Sebaiknya ilmu tidak diambil dari kitab secara langsung,
tetapi harus lewat guru yang memantapkan kebenaran ilmu tersebut, agar
aman dari kesalahan, miskonsepsi, kesesatan, dan penyalahgunaan. Oleh
karena itu seorang pelajar harus mempunyai adab terhadap gurunya. Adapun
adab-adab pelajar terhadap pengajarnya adalah sebagai berikut:
1. Berfikir yang mendalam kemudian meminta petunjuk kepada
Allah dengan shalat istikharah dan berdoa dalam memilih pengajar/guru
yang berkualitas. Jika memungkinkan seorang pelajar, hendaklah memilih
guru yang sesuai dalam bidangnya, lebih alim, mempunyai sifat kasih
sayang, menjaga muru’ah (etika), menginspirasi pada kebaikan, menjaga
diri dari perbuatan yang merendahkan mertabat seorang guru, dan tidak
mendukung kemaksiatan (seperti pro LGBT dan lain-lain).
2. Bersungguh-sungguh dalam mencari seorang guru yang
memahami islam secara kaffah, memperjuangkan penerapan islam, dipercaya
oleh guru-guru pada zamanya, sering diskusi serta lama dalam perkumpulan
diskusinya, bukan termasuk orang-orang yang mengambil ilmu berdasarkan
makna yang tersurat dalam sebuah teks saja. Imam Syafi’i berkata:
“Barang siapa yang mempelajari ilmu fiqh hanya memahami makna–makna yang
tersurat saja, maka ia telah menyia-nyiakan beberapa hukum”.
3. Mentaati perintah, nasehat, dan aturan-aturan gurunya
(asalkan tidak melanggar aturan islam), sebagaimana taatnya pasien
terhadap dokter spesialisnya. Sehingga ia minta resep sesuai dengan
anjurannya dan selalu berusaha sekuat tenaga untuk memperoleh ridhanya
terhadap apa yang ia lakukan.
4. Menghormati gurunya dan mendekatkan diri kepada Allah
SWT dengan cara melayaninya. Hendaknya seorang pelajar tahu bahwa
merendahkan diri di hadapan gurunya merupakan kemuliaan, kertundukannya
kepada gurunya merupakan kebanggaan dan tawadlu’ dihadapannya merupakan
keterangkatan derajatnya. Maka bagi pelajar jangan memanggil guru dengan
menggunakan ta’ khitab (baca: kamu) dan kaf khitab (mu), ia juga jangan
memanggil dengan namanya. Bahkan ia harus memanggil dengan: ” yaa
sayyidi” , wahai tuanku atau “yaa ustadzi”, wahai guruku. Juga ketika
seorang guru tidak berada di tempat, maka pelajar tidak diperkenankan
memanggil dengan sebutan namanya kecuali apabila nama tersebut disertai
dengan sebutan yang memberikan pengertian tentang keagungan seorang
guru, seperti apa yang di ucapkan pelajar:”Al Syekh Al Ustadz berkata
begini “atau “guru kami berkata” dan lain sebagainya. Salah satu contoh
penghormatan murid terhadap gurunya adalah ketika Imam Syafi’i membuka
buku pelajarannya secara perlahan-lahan tanpa terdengar suara lembaran
kertas karena sangat menghormati gurunya (Imam Malik) dan agar tidak
mengganggu konsentrasi gurunya dalam melangsungkan pengajarannya. Bahkan
diantara ulama salaf, ada yang bersedekah terlebih dahulu sebelum
berangkat ke majelis gurunya seraya berdoa, “Ya Allah, tutupilah aib
guruku dan janganlah engkau halangi keberkahan ilmunya untukku.”
5. Memandang guru dengan pandangan yang mulia dan meyakini
bahwa gurunya mempunyai derajat yang tinggi. Karena pandangan seperti
itu paling dekat kepada kemanfaatan ilmunya. Abu Yusuf berkata: “Aku
mendengar para ulama’ salaf berkata: “Barang siapa yang tidak mempunyai
sebuah keyakinan tentang kemuliaan gurunya, maka ia tidak akan bahagia.
6. Melaksanakan kewajibannya kepada gurunya, tidak
pernahmelupakan jasa-jasanya, selalu mendoakannya baik ketika beliau
masih hidup atau setelah meniggal dunia. Menghormati keluarganya dan
orang-orang yang dicintainya. Pelajar harus selalu menampakkan budi
pekerti yang bagus dan memberikan petunjuk kepada orang lain yang
membutuhkannya/menyebarkan ilmu yang diberi gurunya, selalu tunduk dan
patuh kepadanya dalam keadaan apapun dan dimanapun ia berada.
7. Bersabar, berlapang dada, dan tidak berburuk sangka,
tatkala hati seorang guru sedang gundah gulana, marah, murka atau budi
pekerti, prilaku beliau yang kurang baik. Apabila seorang guru berbuat
kasar kepadanya, maka yang perlu dilakukan pertamakali adalah dengan
cara meminta maaf kepada guru dan menampakkan rasa penyesalan diri.
8. Menunjukkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada gurunya yang telah mengajari, mengasuh, dan membinanya.
9. Meminta izin terlebih dahulu jika hendak mengunjungi
gurunya, duduk di majelisnya, memasuki ruang pribadinya, baik ketika
beliau sedang sendirian ataupun saat ia bersama orang lain.
10. Duduk dihadapan gurunya dengan budi pekerti yang baik,
dengan rasa tawadlu’, rendah diri, tenang dan khusu’. Jika duduk
dilantai seperti duduk bersimpuh diatas kedua lututnya (seperti duduk
pada tahiyat awal/akhir) atau duduk bersila. Sebisa mungkin mengambil
posisi terdekat dengan guru. Termasuk sebagaian dari mengagungkan
gurunya adalah pelajar tidak boleh duduk-duduk disampingnya, di atas
tempat shalatnya, di atas tempat tidurnya. Seandainya sang guru
memerintahkan hal itu kepada muridnya, maka jangan ia sampai
melakukannya, kecuali apabila sang guru memaksanya dan tidak mungkin
untukmenolaknya, maka dalam keadaan seperti ini baru diperbolehkan.
Namun setelah itu ia harus berprilaku sebagaimana biasanya, yaitu dengan
menjunjung tinggi akhlaqul karimah.
11. Menghadap kearah gurunya dengan sempurna sambil
melihat dan mendengarkan dengan penuh perhatian, selanjutnya ia harus
berfikir secara komprehensif apa yang beliau sampaikan sehingga gurunya
tidak perlu lagi untuk mengulagi perkataannya untuk yang kedua kalinya.
Pelajar tidak diperkenankan untuk melihat kearah kanan, arah kiri atau
melihat kearah atas kecuali dalam keadaan darurat, apalagi gurunya
sedang membahas, berdiskusi tentang berbagai macam persoalan.
12. Tidak sok tahu, meskipun apa yang disampaikan guru itu
sudah diketahui/dihafalkannya. Pelajar tetap mendengarkannya dengan
penuh antusias, seakan-akan dirinya belum pernah mendengarkan pembahasan
tersebut.
13. Tidak boleh mendahului gurunya dalam menjelaskan
sebuah permasalahan atau menjawab pertanyaan yang diajukan oleh siswa
lain, kecuali ia mendapai izin dari sang guru.
14. Berkomunikasi dan berperilaku yang santun dan lemah
lembut di hadapan guru. Pelajar tidak diperkenankan untuk menceritakan
sesuatu yang lucu sehingga memecahkan konsentrasi belajar dan
menimbulkan tertawa orang lain. Apabila ada sesuatu hal, peristiwa,
kejadian yang lucu, sehingga membuat tertawa, maka hendaknya jikalau
tertawa tidak terlalu keras, tidak mengeluarkan suara. Tidak boleh
menampakkan prilaku yang kurang baik dihadapan gurunya, ada unsur
penghinaan kepada sang guru, atau berbicara dengan menggunakan kata-kata
yang jelek.
15. Menerima atau memberi sesuatu kepada guru dengan
tangan kanan kemudian memegangnya dengan kedua belah tangan. Tidak
boleh memberikan sesuatu kepadanya dari arah samping atau belakang,
16. Tidak boleh membuat kegaduhan, mempermainkan ujung
bajunya, membuka lengan bajunya sampai kedua sikutnya, mempermainkan
beberapa anggota tubuhnya, kedua tangan, kedua kaki atau yang lainya,
membuka mulutnya, menggerak-gerakkan giginya, memukul tanah atau yang
lainya dengan menggunakan telapak tanganya atau jari-jari tanganya,
mensela-selai kedua tangannya dan tidak boleh bermain-main mengunakan
pena dan sebagainya.
17. Pelajar ketika berada dihadapan gurunya maka ia tidak
boleh mengagumi sesuatu (seperti orang lain) ketika ia berada dihadapan
gurunya, tidak boleh menyandarkan dirinya ketembok, ke bantal, tidak
boleh berpegangan pada sesuatu yang berada diselakangnya atau
sampingnya, tidak boleh membuang ludah secara langsung (sebaiknya
dilakukan dengan menggunakan sapu tangan), mendehem selama hal itu bisa
ditahan atau memungkinkan, namun apabila tidak mungkin untuk dilakukan
maka seyogianya ia melakukannya dengan santun. Apabila pelajar sedang
bersin, maka hendaknya berusaha untuk memelankan sauranya dan menutupi
wajahnya dengan menggunakan sapu tangan umpamanya. Apabila ia membuka
mulut karena menahan rasa kantuk (angop) maka hendaknya ia menutup
mulutnya dan berusaha untuk tidak membuka mulut (angop).
18. Pelajar ketika sedang berada dalam sebuah
pertemuan/majelis, dihadapan teman, saudara atau orang lain hendaknya
berbudi pekerti yang baik, karena menampakkan budi pekerti yang baik
kepada mereka, berarti ia telah menghormati gurunya dan menghormati
majelis tersebut. Tidak boleh berbicara ketika sedang berlangsung
pembahasan sebuah ilmu dengan hal-hal yang tidak mempunyai hubungan
dengan kegiatan ilmu tersebut, atau mengucapkan sesuatu yang bisa
memutus pembahasan ilmu.
19. Apabila pelajar yang lain berbuat hal-hal yang tidak
kita inginkan (jelek) terhadap salah seorang pelajar lainnya juga, maka
ia tidak boleh dimarahi, disentak-sentak, kecuali gurunya sendiri yang
melakukan hal itu, kecuali kalau guru memberikan sebuah isyarat kepada
pelajar yang lain utnuk melakukannya.
20. Pelajar senantiasa menjaga keamanan dan kenyamanan
gurunya. Apabila ada seseorang yang melakukan hal-hal yang negatif
terhadap gurunya, maka kewajiban bagi pelajar menghalangi orang tersebut
dan tidak menerima orang tersebut dan membantu gurunya dengan kekauatan
yang dimiliki.
21. Tidak boleh menggangunya seperti menguji guru terhadap
kemampuan ilmu dan hafalannya. Apabila ingin berpindah atau belajar
kepada guru yang lain maka minta izinlah kepadanya, hal itu lebih
mendorong untuk menghormatinya dan membuat dia lebih mencintaimu. Guru
yang baik akan mendorong muridnya terus belajar dan berguru ke yang lain
supaya muridnya bisa lebih baik darinya.
Semoga adab-adab ini dapat kita laksanakan. Mari kita
sebarkan tulisan ini sehingga banyak orang yang dapat melaksankannya.
Semoga amal ibadah kita diridhoi Allah. Aamiiin.
Referensi:
Syaikh Az-Zarnuji, Ta'limul Muta'alim Thariqatta'allum
Kyai Hasyim Asy’ari, Adab al-Alim Wa al-Muta’allim.
Ibnu Jamâ’ah, Tadzkirah al-Sâmi’ wa al-Mutakkalim fî Adab al-‘Ilm wa al-Muta’allim
Ibnu Jamâ’ah, Tadzkirah al-Sâmi’ wa al-Mutakkalim fî Adab al-‘Ilm wa al-Muta’allim
No comments:
Post a Comment